Langsung ke konten utama

Postingan

ASAS THE BINDING FORCE OF PRESEDENT

Asas hukum the binding of presedent disebut juga dengan asas “staro decisis et quieta nonmovere” (tetap pada apa yang telah diputuskan dan yang dalam keadaan istirahat tidak digerakkan). Dalam implementasinya, hakim terikat pada putusan terhadap perkara yang serupa dengan yang akan diputus, artinya hakim berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu jika hakim tersebut dihadapkan pada suatu perkara (sengketa)   Asas hukum the binding force of presedent ini hanya dianut oleh sistem hukum Anglo Saks. Asas ini berbeda dengan masyarakat yang menganut sistem Eropa Kontinental, yakni putusan pengadilan bersifat “persuasive presedent” artinya putusan hakim terdahulu tidak memiliki kekuatan yang mengikat terhadap putusan hakim berikutnya dalam kasus sejenis, tetapi hanya memiliki kekuatan yang meyakinkan
Postingan terbaru

ASAS NULLUM DELICTUM NULLA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENAL

Asas “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali” disebut juga dengan asas legalitas maksudnya adalah bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dihukum, kecuali jika sudah ada undang-undang yang sebelumnya telah mengancam sanksi atas perbuatan itu. Asas legalitas ini termasuk asas yang tidak bersifat universal, melainkan spesifik sifatnya, karena hanya mungkin dianut oleh masyarakat yang telah memiliki hukum tertulis saja, terhadap masyarakat yang berpegang pada hukum adat atau kebiasaan misalnya tidak mengenal asas legalitas ini secara konsisten. Asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ini dianut dan diterapkan dalam perkara hukum pidana, tidak terkecualikan di dalam hukum positif pidana Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

ASAS RESTITUTIO IN INTEGRUM

 Asas restitutio in integrum ini maksudnya adalah bahwa di dalam masyarakat haruslah dipulihkan pada keadaan semula. Asas restitutio in integrum ini hanya berlaku bagi masyarakat sederhana yang cenderung menghindari konflik di dalam masyarakatnya, di mana budaya kompromistis selalu mewarnai berlakunya asas ini